
Isu mengenai pupuk subsidi memang selalu seksi, selalu menjadi perbincangan pro dan kontra baik bagi pemerhati dan pelaku pertanian. Namun pemerintah berpendapat bahwa pembatasan pupuk subsidi merupakan sebuah langkah yang efektif.
Bagi pakar Ekonomi Pertanian Universitas Negeri Semarang Prof. Sucihatiningsih Dian Wisika Prajanti, rencana pembatasan pupuk oleh pemerintah harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai kondisi di lapangan, salah satunnya mengenai ketergantungan petani terhadap pupuk subsidi.
Prof Suci mengatakan pembatasan pupuk justru dapat membebani para petani yang sudah bergantung pada penggunaan pupuk, dan tidak mudah untuk mengubah kebiasaan tersebut.
Kendati akan ada kemungkinan kenaikan harga bahan dasar pupuk dimasa mendatang, pemerintah harus tetap berupaya untuk dapat memenuhi penyaluran pupuk tersebut. Untuk itu seharusnya pembatasan pupuk bersubsidi tersebut berdasarkan hanya untuk para petani yang benar-benar membutuhkan saja.
Sementara pembatasan pupuk sangat berpengaruh terhadap beban pengeluaran petani pada masa tanam. Misalnya penggunaan pupuk SP-36 dan pupuk organik. Jika pupuk tersebut tidak disubsidi saat ini, maka petani harus mengeluarkan biaya tambahan yang tentu akan sangat membebani para petani. Pembatasan pupuk bersubsidi dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan pupuk lebih parah.
Untuk itu menurut Prof Sucihatingsih pembatasan pupuk subsidi juga harus disertai bantuan lain dalam bentuk program, seperti kredit pertanian dengan bunga rendah, sehingga petani yang terbebani dapat terbantu dalam menjalankan usaha tani.