
Desa Sruni adalah sebuah desa di lereng gunung Merapi. Terletak di kecamatan Musuk Boyolali Jawa Tengah, desa ini merupakan desa pertanian dan peternakan.
Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan Hutan, sejak lama petani desa Sruni menjalankan pertanian ladang dengan menanam padi ladang (Gogo) varietas lokal, jagung varietas lokal, dan juga tanaman-tanaman sayuran yang bisa hidup di bawah tegakkan pohon hutan. Selain itu petani Sruni juga mengandalkan dari tanaman buah, tanaman kayu, tanaman kebun, dan ternak sapi.
Petani di Desa Sruni sejak lama menjalankan pertanian alami dengan mengandalkan pupuk alami dari tanaman perdu (sejenis putri malu) yang ditanam di sisi tanaman sayuran atau padi dan juga kotoran hewan.
Namun sebagaimana desa-desa di Indonesia lainnya, memasuki tahun 1970-an, ketika pemerintah menerapkan kebijakan revolusi hijau, petani mulai diubah kultur bertaninya dengan menggunakan pupuk dan input
kimia.
Kebiasaan yang diperkenalkan pemerintah melalui para penyuluh ini pelan-pelan mempengaruhi kehidupan petani. Tanah-tanah lahan
pertanian menjadi semakin sulit diolah akibat pemupukan kimia yang berlebihan.
Kondisi ini semakin memperparah keadaan tanah di Desa Sruni yang memang merupakan wilayah kering dan sulit mendapatkan sumber air.
Memasuki pertengahan tahun-tahun 1980-an, budaya bertani dengan input kimia mulai menampakkan dampak yang buruk seperti hilangnya benih lokal, dan ketergantungan pada input kimia serta hasil panen yang semakin menurun.
Hingga kemudian di pertengahan tahun 2000an
tepatnya tahun 2006 generasi baru petani Desa Sruni, mulai berkenalan kembali dengan budaya bertani secara alami setelah mengikuti
berbagai pelatihan dari LESMAN (Lestari-Mandiri) yang didirikan seorang mantan penyuluh pertanian bernama Pak Sarijo bersama beberapa
petani dan juga aktivis pertanian yang peduli dengan kondisi petani yang terpuruk akibat revolusi hijau.
Perlahan namun pasti, di Sruni mulai tumbuh generasi baru yang mulai membudayakan kembali pertanian secara alami (organik) di desanya.
Beberapa program dijalankan seperti konservasi kawasan hutan, konservasi air, mandiri benih, mandiri input, pemberdayaan lahan pekarangan, olahan hasil pertanian dan pemberdayaan kaum perempuan, hingga pertanian terpadu antara tani dan ternak.
Dengan bantuan Lesman dan kemudian intervensi dari Aliansi Organis Indonesia (AOI) para petani semakin mantap menjalankan budaya pertanian organik secara lestari.
Program ini sekaligus menjadi antitesis program 1000 Desa Organik versi pemerintah yang hanya berfokus pada peningkatan hasil produksi alih-alih membangun kesadaran masyarakat petani untuk memiliki budaya hidup yang organis, yaitu, berdaya dengan kearifan lokal dan mendorong kemandirian dan keselarasan dengan lingkungan.
Meski demikian, tantangan bagi Desa Sruni tetap ada, yaitu dengan masih banyaknya petani yang enggan untuk menjalankan program secara
berkelompok, dan regenerasi petani yang juga cukup tersendat dimana generasi petani “termuda” yang ada saat ini adalah mereka yang lahir
di tahun 1980-an.